Jakarta (ANTARA) - Pemerintah berencana untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap berbagai bentuk bantuan sosial (bansos) menjelang normal baru.
Muhadjir menyampaikan hal tersebut seusai mengikut rapat terbatas (ratas) dengan tema "Percepatan Penanganan Pandemi COVID-19" melalui "video conference" yang dipimpin Presiden Jokowi.
Baca juga: Cegah Penyalahgunaan Bansos PKH, Mensos instruksikan KPM Pegang KKS Sendiri
"Pemberian bansos memang akan ada perpanjangan sampai Desember, tetapi nilai bantuannya 50 persen dari total yang selama ini kita lakukan hingga Juli, sehingga pada Agustus-Desember atau mungkin September, November, Desember itu (besarannya) akan separuh," tambah Muhadjir.
Besaran bansos yang diberikan pemerintah pada April-Juni 2020 adalah Rp600 ribu per kepala keluarga per bulan.
"Soal apakah nanti ada bantuan apa itu sembako akan diganti juga dengan bantuan langsung tunai (BLT) itu masih dalam pembahasan, kajian oleh Kemensos dan nanti akan kita beritahukan tentang keputusannya. Kenapa kita lakukan? Karena
jadi kita lakukan secara simultan antara pengurangan PSBB untuk meningkatkan produktivitas, secara bertahap mengurangi paling tidak volume bantuan sosial," jelas Muhadjir.
Menurut Muhadjir, distribusi bansos untuk tahap pertama di seluruh Indonesia sudah terlaksana hingga 90 persen.
"Untuk semua skema sudah selesai hingga 90 persen terutama dengan skema yang baru, yaitu BLT desa dan Bantuan Sosial Tunai (BST) dan sembako untuk non-Jabodetabek, bahkan untuk Jabodetabek sudah memasuki putaran keempat. Mudah-mudahan semua akan lancar dan bisa mengurangi beban masyarakat paling bawah terutama masyarakat yang membutuhkan bantuan-bantuan sosial itu," tambah Muhadjir.
Baca juga: Kemarin, bansos diperpanjang hingga insentif tenaga medis cair
Baca juga: Pemerintah perpanjang bansos untuk COVID-19 hingga Desember 2020
Sebelumnya pada Rabu (3/6) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah menambah total anggaran untuk bansos yang terdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, bansos untuk Jabodetabek, bansos non-Jabodetabek, Kartu Prakerja, diskon listrik yang diperpanjang menjadi enam bulan, dan logistik untuk sembako serta BLT Dana Desa, sehingga seluruhnya mencapai Rp203,9 triliun.
Tujuan penambahan anggaran itu adalah untuk membantu masyarakat menopang daya beli yang merosot akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dalam situasi yang rentan.
"Seperti PKH, kartu sembako, diskon listrik, bansos untuk non-Jabodetabek, bansos Jabodetabek, BLT dana desa dan Kartu Prakerja totalnya Rp178,9 triliun. Bansos yang selama ini diberikan dalam bentuk sembako diperpanjang sampai Desember," ungkap Sri Mulyani.
Bansos Jabodetabek mulai Juli hingga Desember manfaatnya akan turun dari Rp600 ribu menjadi Rp300 ribu per bulan dengan anggaran total Rp6,8 triliun.
"Untuk bansos non-Jabodetabek bagi 9 juta penerima manfaat juga diperpanjang sampai Desember, namun dari Juli-Desember nilai manfaatnya turun dari Rp600 ribu menjadi Rp300 ribu per bulan. Presiden juga memutuskan penyaluran bansos ini akan dilakukan secara tunai non-cash, jadi akan ditransfer ke nama dan akun sesuai dengan data di Kemensos atau bekerja sama dengan Pemda," jelas Sri Mulyani.
Baca juga: Menko PMK perkirakan sekolah akan dibuka pada awal tahun 2021
Baca juga: Menko PMK minta kades coret warga yang sudah mampu dari DTKS
Nilai anggarannya mencapai Rp32,4 triliun. Sedangkan BLT Dana Desa juga diperpanjang hingga September dengan mekanisme antara Juli-September manfaatnya diturunkan dari Rp600 ribu menjadi Rp300 ribu sehingga total BLT desa akan mencapai Rp31,8 triliun.
Dari Data Kesejahteraan Sosial Terpadu (DTKS) Kemensos, penerima bansos tersebut mayoritas adalah para petani peternak dan pekebun 18,4 juta, pedagang dan pekerja sektor swasta 4,2 juta, pekerja bangunan 3,4 juta, pekerja pabrik 3,3 juta, sopir dan pekerja komunikasi 1,3 juta, nelayan hampir 900 ribu orang, dan sektor lainnya.
"Ini sudah mencakup 40 persen dari masyarakat. Itu adalah dukungan yang diberikan pemerintah untuk menahan daya beli agar tidak menurun akibat COVID-19 dan merosotnya kegiatan ekonomi terutama di level masyarakat akar rumput," kata Sri Mulyani