Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyatakan bahwa Surat Keterangan yang diterbitkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, dikategorikan sebagai penetapan "justice collaborator".
"Bahwa surat keterangan yang dikeluarkan KPK dikategorikan sebagai JC (justice collaborator), sebagaimana pasal 34A Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Rika Aprianti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Rika menyampaikan hal tersebut untuk menanggapi pernyataan Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri yang mengatakan bahwa KPK tidak pernah mengeluarkan status "justice collaborator' bagi Nazaruddin.
Baca juga: Kemenkumham jelaskan soal remisi 4 tahun lebih Koruptor Nazaruddin
Baca juga: KPK sebut tak pernah terbitkan surat ketetapan JC untuk M Nazaruddin
Baca juga: Ditjenpas: Nazaruddin telah lunasi denda Rp1,3 miliar
Ali menyebut, Surat Keterangan Nomor R-2250/55/06/2014 yang diterbitkan tanggal 9 Juni 2014 dan Surat Nomor R.2576/55/06/2017 bertanggal 21 Juni 2017 bukanlah surat penetapan status "justice collaborator" untuk Nazaruddin.
Adapun Rika, pada keterangan pers pada Rabu (17/6), menyatakan bahwa dua surat keterangan yang diterbitkan KPK tersebut merupakan dasar pemberian status "justice collaborator" untuk bekas pemilik Permai Grup itu.
Rika menjelaskan bahwa dalam Surat Keterangan dari KPK Nomor: R-2250/55/06/2014, Nazaruddin disebut sudah menunjukkan kerja sama yang baik dalam mengungkap perkara tindak pidana korupsi.
Rika juga mengatakan bahwa penetapan Nazaruddin sebagai "justice collaborator" sudah ditegaskan oleh pimpinan KPK periode sebelumnya.
"Status JC (justice collaborator) untuk Muhammad Nazaruddin juga ditegaskan pimpinan KPK pada 2017 dan dimuat di banyak media massa," kata Rika.
Lebih lanjut, Rika juga mengatakan bahwa Nazaruddin telah membayar lunas denda vonis pengadilan sebesar Rp1,3 miliar, sehingga dia berhak mendapat remisi sejak tahun 2014 sampai dengan 2019.
"Pemberian remisi itu menegaskan status Nazaruddin sebagai JC (justice collaborator), karena remisi tidak mungkin diberikan pada narapidana kasus korupsi yang tidak menjadi JC (justice collaborator) sesuai PP Nomor 99 Tahun 2012," ucap Rika.
Untuk diketahui, berdasarkan Pasal 34A ayat 1 PP Nomor 99 Tahun 2012, dijelaskan bahwa pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana tertentu selain harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 34, juga harus memenuhi persyaratan, yaitu bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar tindak pidana yang dilakukannya.
Nazaruddin merupakan terpidana dua perkara, yaitu korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan suap proyek pengadaan yang dilakukan oleh PT Duta Graha Indah serta tindak pidana pencucian uang. Total hukuman Nazaruddin adalah 13 tahun penjara dan akumulasi denda sebesar Rp1,3 miliar.
Nazaruddin pada kasus Wisma Atlet, terbukti menerima suap Rp4,6 miliar dari mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) M El Idris. Setelah divonis hakim, hukuman itu juga diperberat oleh Mahkamah Agung menjadi 7 tahun dan denda Rp300 juta.
Lalu vonis Nazaruddin ditambah 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar karena terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek yang jumlahnya mencapai Rp40,37 miliar.
Nazaruddin seharusnya dibebaskan pada tahun 2025 jika sesuai dengan akumulasi pidana yang ia dapat. Namun, setelah memporeh berbagai remisi, masa pidananya pun selesai pada 13 Agustus 2020.
Kepala Lapas Kelas I Sukamiskin pada 7 April 2020 mengusulkan agar Nazaruddin mendapatkan cuti menjelang bebas. Usul tersebut lalu disetujui dalam sidang TPP Ditjenpas, sehingga dia dikeluarkan melalui cuti menjelang bebas dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Minggu (14/6/2020).