Jakarta (ANTARA) - Ketika tak ada lagi yang bisa diharapkan untuk menyelamatkan koperasi dan UMKM maka mengajak mereka untuk beradaptasi dan bertransformasi adalah cara terbaik untuk mengatasi keadaan.
Mereka yang sekadar kreatif dan inovatif tak cukup mampu bertahan di tengah pandemi, sebab kreator dan inovator sudah terlampau banyak di negeri ini.
Ketua Dewan Nasional Institut Kebijakan Publik Nusantara Achmad Yakub mengatakan bahwa hanya merekalah yang mampu menciptakan invensi atau penemuan dan mencetak novelty atau kebaruanlah yang akan mampu bertahan di tengah pandemi.
Yakub mengatakan sudah saatnya masyarakat di tanah air diajak untuk berpikir maju sebab hanya sumber daya manusia yang berkualitas dan kompeten yang akan mendorong bangsa ini untuk bangkit.
Terlebih bahwa koperasi dan UMKM merupakan industri berbasis komunitas, padat karya, penyerap tenaga kerja, hingga layak dikatakan sebagai “people based industry”.
Saat pandemi, mereka pun harus diajak untuk melakukan pergeseran tradisi dari sisi bisnis hingga pemasaran produk. Sebab usaha di kala pandemi akan bertahan jika mampu melakukan pergeseran karena saat ini merupakan era shifting paradigm.
Sesuatu yang bersifat praktis, “costumized”, dan “scientific based” akan sangat diminati konsumen. Terlebih jika diberi sentuhan akhir teknologi dari sisi pemasaran. Maka sukses pun ada di tangan.
Refleksi kinerja
Faktanya sektor koperasi dan UMKM bisa dikatakan sempat luluh lantak pada awal pandemi lantaran sejumlah kebijakan pembatasan pergerakan.
Meski mereka yang bergerak pada sektor pangan dan berbasis teknologi justru kebanjiran pesanan saat pandemi, faktanya secara keseluruhan terjadi penurunan dan perlambatan kinerja sektor koperasi dan UMKM sepanjang tahun 2020.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyampaikan refleksi kinerja selama 2020 dan harapan bagi para pelaku koperasi dan UMKM agar dapat beradaptasi dan bertransformasi ke skala besar usaha yang lebih baik pada 2021.
Tahun 2020 merupakan tahun yang penuh tantangan dengan adanya situasi pandemi COVID-19. Kondisi ini juga dialami oleh 220 negara lainnya.
Situasi saat ini berbeda dengan krisis tahun 1998 dan 2008. Akibat pandemi saat ini, UMKM sangat terdampak, baik dari sisi supply maupun demand. Hal ini utamanya disebabkan adanya pembatasan interaksi fisik yang menyebabkan perubahan perilaku dan juga pola konsumsi konsumen.
“Saat pandemi COVID-19 ini sektor koperasi dan UMKM yang paling terpukul,” ujar Teten.
Ada tantangan yang akan dihadapi dan perlu diantisipasi selain dampak kesehatan dan perlambatan pertumbuhan ekonomi sekarang ini, yaitu bertambahnya angka kemiskinan.
Dalam skenario sangat berat, kemiskinan diprediksi akan bertambah 4,86 juta orang sebagaimana data Kemenkeu, 2020. Berikut pula angka pengangguran yang diperkirakan bertambah 9,77 juta orang, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 7,07 persen sesuai data BPS pada 2020.
UMKM dan kewirausahaan tetap menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional selama mampu beradaptasi dan bertransformasi. Hal ini karena proporsi UMKM yang mendominasi populasi pelaku usaha di Indonesia hingga 99 persen.
“Saat ini Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM mempunyai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah memberikan stimulus sebesar Rp123,46 triliun kepada Koperasi dan UMKM agar tetap dapat bertahan di tengah pandemi COVID-19,” katanya.
Sementara BanPres Produktif untuk Usaha Mikro (BPUM) juga telah diluncurkan dengan sasaran kepada 12 juta pelaku usaha mikro berupa hibah modal kerja sebesar Rp2,4 juta per orang telah tersalurkan 100 persen serta KUR Super Mikro untuk plafon di bawah Rp10 Juta dengan bunga 0 persen.
Salah satu prioritas KemenkopUKM adalah mendorong inovasi, digitalisasi, dan kepastian Badan Hukum bagi Pelaku UMKM melalui penguatan kelembagaan agar berperan lebih strategis dalam perekonomian nasional, sehingga dapat lebih mudah dalam mengakses pembiayaan. Aspek pembiayaan dititikberatkan karena sesuai data BI, 2019 hanya sekitar 20 persen UMKM yang telah terkoneksi pembiayaan formal.
Upaya KemenkopUKM dalam mendorong digitalisasi koperasi dan UMKM melalui peningkatan kapasitas SDM, perbaikan proses bisnis, dan perluasan akses pasar.
“Respon masyarakat cukup antusias dapat dilihat sebanyak 102.672 masyarakat sudah mengakses dan mengikuti kelas daring melalui EDUKUKM.ID serta 10.013 pelaku UKM melalui SPARC Campus yang diselenggarakan oleh BLU kami yaitu LLP-KUKM SMESCO,” ujar Teten.
Selain itu, di tengah pandemi ini ada tambahan 2 juta UMKM masuk ke dalam ekosistem digital sehingga ada 10,25 juta UMKM yang sudah terhubung dengan ekosistem digital atau sekitar 16 persen dari total populasi UMKM.
Hal ini menunjukkan tren ekonomi digital selama pandemi tumbuh positif. Ini merupakan peluang baru di masa pandemi COVID-19.
Porsi ekonomi digital Indonesia harus diakui adalah terbesar di Asia Tenggara. Pada 2025, Google, Temasek mengestimasikan nilai transaksi ekonomi digital mencapai Rp1.826 triliun.
Selain itu pada 2019, Bank Indonesia mencatat nilai transaksi ekonomi digital mencapai Rp265 triliun. Dengan ataupun tanpa pandemi, transformasi digital adalah keniscayaan.
Adapun 4 pilar yang menjadi fondasi terobosan yang dilakukan oleh KemenkopUKM dalam rangka adaptasi dan transformasi KUMKM tahun 2021 antara lain Koperasi Modern, Usaha Mikro (Sektor Informal ke Formal), UKM masuk ke Rantai Pasok, dan Transformasi Wirausaha Produktif.
“Koperasi dan UMKM harus bisa naik kelas. Oleh karena itu mari kita jadikan KUMKM sebagai pahlawan ekonomi dan juga memperkokoh peran KUMKM dalam perekonomian nasional serta memberikan solusi bagi pengurangan kemiskinan dan pengangguran, segala yang kita rencanakan ini akan tergantung dari perkembangan COVID-19 yang sampai saat ini belum sepenuhnya terkendali,” kata Teten Masduki.
Regulasi Pendukung
Ketua Umum Asosiasi Manajer Koperasi Indonesia (AMKI) Sularto mengatakan para pelaku koperasi dan UMKM sangat mengharapkan adanya kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan bagi koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) antara lain dalam bentuk kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan.
Hal itu misalnya bisa dalam bentuk kemudahan pengurusan izin tunggal bagi UMKM, kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), kemudahan mendirikan Perseroan Terbuka (PT) melalui biaya yang murah, serta kepastian legalitas bagi pelaku UMKM.
Aturan itu di antaranya termaktub dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) Nomor 11 Tahun 2020 yang telah disahkan yang diharapkan aturan turunan dan pelaksananya dapat aplikatif diterapkan di tengah masyarakat.
Beberapa kemudahan bagi koperasi memang diatur dalam UU CK di antaranya soal koperasi diberikan kemudahan dalam pendiriannya yang disyaratkan cukup dengan jumlah 9 (sembilan) orang saja dari sebelumnya 20 orang.
Pelaku koperasi selama ini banyak menghadapi beragam kendala di antaranya dari sisi regulasi yang tumpang tindih dan sebagian di antaranya tidak berpihak pada koperasi.
Oleh karena itu, melalui UU CK ia berharap koperasi semakin mendapatkan angin segar, apalagi misalnya koperasi syariah yang sudah secara nyata disebut eksplisit di dalamnya.
“Kami berharap koperasi di Indonesia bisa semakin maju seiring berkembangnya UMKM di Indonesia,” kata Sularto.
Koperasi dan UMKM Indonesia memang sudah saatnya beradaptasi dan bertransformasi sebagai benteng pertahanan terakhirnya menghadapi perang melawan pandemi.
Sementara pembuat kebijakan bertugas menyusun regulasi yang memungkinkan koperasi dan UMKM mampu bertumbuh hingga mendorong kebangkitan ekonomi.