Jakarta (ANTARA) - "Enggak pernah kepikiran, kalau enggak jadi atlet bulu tangkis, mau jadi apa," ujar Anthony Ginting dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (9/9) malam, bertepatan dengan Hari Olahraga Nasional (Haornas).
Pemilik nama panjang Anthony Sinisuka Ginting itu mengaku mulai mengenal olahraga bulu tangkis ketika berusia 5-6 tahun. Oleh Ayahnya, dia kemudian didaftarkan ke sebuah klub bulu tangkis saat umur 7-8 tahun.
Pada usia sekolah dasar tersebut, pria kelahiran Cimahi, 20 Oktober 1996 itu mengatakan memang suka berolahraga. Dia bahkan mengikuti kejuaraan futsal bersama teman-temannya.
Namun menginjak usia remaja, saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, dia mulai fokus pada olahraga yang saat ini membawa namanya masuk ke jajaran lima besar pemain terbaik dunia.
Sejak saat itu, kenang Anthony, dia mulai intens latihan dan mengikuti sejumlah pertandingan kejuaraan nasional. Hingga pada 2013, tepatnya saat kelas 1 SMA, ia dipanggil untuk bergabung di pelatnas.
Jauh sebelum berada di pelatnas, sebenarnya Anthony telah melihat pebulu tangkis Taufik Hidayat sebagai idola. Hingga akhirnya dia dapat mengikuti langkah peraih emas Olimpiade Athena itu untuk berlaga di ajang olahraga multievent tingkat dunia tersebut.
Di Olimpiade Tokyo, yang merupakan debut Anthony di pesta olahraga tertinggi itu, kerja keras, pengorbanan dan dedikasinya kepada olahraga bulu tangkis berbuah manis saat dia berhasil membawa pulang perunggu.
Anthony mengakhiri puasa medali Olimpiade tunggal putra Indonesia dalam 17 tahun, yang terakhir ketika idolanya Taufik Hidayat menyabet emas, sementara Sony Dwi Kuncoro meraih perunggu pada 2004 di Athena.
Satu kata menurut Anthony yang dapat membuatnya berada di titik pencapaiannya saat ini adalah totalitas.
"Di SMP harus pilih sekolah apa bulu tangkis. Kita enggak tahu juga di bulu tangkis ini bakal bagaimana, berhasil apa enggak. Aku sama orang tua sudah mutusin untuk jalanin di bulu tangkis, jadi harus totalitas," kata Anthony.
Totalitas yang dimaksud Anthony, termasuk menjaga pola makan, istirahat dan fokus sepenuhnya kepada latihan, tidak setengah-setengah, dan yang paling penting adalah disiplin.
Dengan pencapaian tersebut, bukan berarti Anthony tidak pernah merasakan titik terendah secara profesional. Dia mengaku sebagai manusia biasa pernah merasakan jenuh pada profesinya itu, terlebih ketika harus menelan kekalahan saat pertandingan.
Putus asa saat usahanya tidak membuahkan hasil juga pernah dia rasakan. Namun ketika perasaan itu datang, kerja kerasnya saat meniti karier membuat dia kembali semangat dan mengalihkan fokusnya ke turnamen berikutnya.
Ketika rasa "down" melanda, Anthony punya resep tersendiri. Sederhana, rahasianya adalah makan makanan enak.
"Mencoba berpikir positif dan coba cara yang buat refresh otak... Simple sih, makan makanan enak sudah termasuk. Kalau turnamen di negara A, kalau saya habis kalah, ajak teman makan di luar sambil cari udara, lihat pemandangan sekitar sudah refresh juga," ujar Anthony.
Saat berkelliling dunia untuk mengikuti turnamen, dia menyebut Jepang sebagai negara yang paling dia senangi. Sayangnya pada Olimpiade Tokyo, para atlet tidak diziinkan keluar dari Kampung Atlet sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona.
Padahal, sebelum pandemi dia mengaku suka mencicipi segala macam makanan, dan Jepang menjadi favoritnya.
Jika punya resep untuk mengatasi perasaan "down," Anthony juga punya kunci untuk sukses di pertandingan. Dia sama sekali tidak membawa persoalan pribadi ke dalam lapangan.
"Belajar seprofesional mungkin," kata dia.
Meski tidak meraih medali emas dalam Olimpiade Tokyo, seperti yang dia targetkan, Anthony tetap bersyukur, dan menyimpan target itu menjadi sebuah keinginan untuk diulang selanjutnya pada Olimpiade Paris, "kalau 2024 mudah-mudahan masih sehat," kata dia.
Untuk dapat mewujudkan keinginannya itu, Anthony sekarang fokus pada setiap turnamen yang ia jalani, termasuk yang terdekat adalah Piala Sudirman dan Thomas-Uber Cup.
Sementara kata pensiun masih jauh dari Anthony saat ini, dia berkeinginan untuk berkecimpung di luar bidang bulu tangkis. Entah itu pengusaha, kata dia, saat sudah tidak lagi produktif di dunia yang digelutinya itu.
Masih dalam suasana peringatan Haornas ke-38, Anthony memberikan pesan khusus kepada mereka yang ingin menjadi seorang atlet profesional.
Menurut pebulu tangkis yang saat ini berusia 25 tahun itu, peran orang tua sangat penting untuk menentukan pilihan anak untuk menekuni bidang olahraga.
"Tidak mudah untuk memilih itu, jadi jangan setengah-setengah buat menjalaninya. Karena kita bisa melihat juga perhatian pemerintah, BUMN, swasta juga tidak setengah-setengah, jadi harus totalitas," ujar Anthony.