Jakarta (ANTARA) - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan Rabu berpotensi bergerak dalam kisaran sempit atau sideways seiring dengan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang akan diumumkan.
Pada Rabu pagi, IHSG dibuka menguat 21,85 poin atau 0,25 persen ke posisi 8.708,32. Sejalan dengan itu, kelompok 45 saham unggulan atau Indeks LQ45 turut dibuka naik 1,07 poin atau sekitar 0,13 persen ke level 855,4.
Meski demikian, Kepala Riset Phintraco Sekuritas Ratna Lim menilai investor saat ini masih bersikap wait and see serta lebih banyak melakukan trading jangka pendek.
"Investor cenderung bersikap wait and see atau melakukan trading dalam jangka pendek sebagai respon meningkatnya ketidakpastian karena banyaknya data ekonomi global yang dirilis pekan ini serta adanya pertemuan beberapa bank sentral untuk membahas kebijakan moneter masing-masing," kata Ratna dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah ditutup melemah ke level Rp16.685 per dolar AS di pasar spot, meskipun indeks dolar AS terpantau cenderung melemah.
Kondisi tersebut membuat pelaku pasar semakin berhati-hati menjelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia.
"Investor cenderung berhati-hati menjelang pengumuman hasil RDG BI yang akan dirilis pada Rabu (17/12). Diperkirakan BI akan mempertahankan BI Rate pada level 4,75 persen di tengah pelemahan Rupiah," ujarnya.
Selain itu, pasar juga mencermati kebijakan fiskal terbaru.
Pemerintah memastikan tarif bea keluar untuk komoditas batu bara akan diberlakukan mulai 1 Januari 2026 dengan kisaran tarif 1-5 persen.
Kebijakan tersebut diperkirakan dapat menekan marjin laba emiten batu bara yang berorientasi ekspor, meski di sisi lain berpotensi meningkatkan penerimaan negara.
Bea keluar emas juga telah ditetapkan dan mulai berlaku pada periode yang sama dengan tarif sekitar 7,5-15 persen.
Dari sentimen eksternal,data pasar tenaga kerja AS memunculkan kekhawatiran terhadap kesehatan ekonomi meskipun penguatan sejumlah saham terkait kecerdasan buatan (AI) membantu menahan tekanan di sektor teknologi.
Data nonfarm payrolls AS pada November tercatat naik 64 ribu, melampaui ekspektasi 50 ribu dan membaik dibandingkan kontraksi 105 ribu pada Oktober.
Namun demikian, tingkat pengangguran justru meningkat menjadi 4,6 persen, lebih tinggi dari perkiraan 4,5 persen dan merupakan level tertinggi dalam lebih dari empat tahun. Kondisi ini menegaskan sinyal perlambatan di pasar tenaga kerja AS.
Pasar kini juga menantikan rilis data inflasi AS (CPI) November yang dijadwalkan dalam beberapa hari ke depan.
Data tenaga kerja dan inflasi menjadi dua indikator utama bagi The Fed dalam menentukan arah kebijakan suku bunga, di mana The Fed sebelumnya menegaskan pendekatan berbasis data (data dependent) untuk pelonggaran moneter lanjutan.
