Jakarta (ANTARA) - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus melakukan efisiensi dan restrukturisasi BUMN melalui pembentukan holding, merger atau akuisisi dan likuidasi. Kabar terakhir, Kementerian BUMN akan kembali menyederhanakan jumlah BUMN dengan melikuidasi tujuh BUMN. Dengan langkah penyederhanaan itu, jumlah BUMN semakin menyusut.
Pada tahun berikutnya (2019) jumlah BUMN berkurang lagi menjadi 114 BUMN. Dan, pada tahun 2020, jumlah BUMN kembali menyusut ke angka 108 BUMN. Rinciannya, 16 BUMN go public, 78 BUMN non go public, dan 14 BUMN Perum.
Bukan hanya jumlah BUMN yang berkurang, Kementerian BUMN juga menyederhanakan jumlah klaster BUMN. Sebelumnya tercatat 27 klaster BUMN, kemudian dirampingkan menjadi 12 klaster. Di luar itu, Kementerian BUMN juga membuat holding BUMN yang sudah berjalan sejak 2014. Ada enam sektor industri, yaitu holding perkebunan, kehutanan, industri tambang, minyak dan gas, farmasi, dan holding asuransi.
Secara kuantitas, jumlah BUMN memang cukup banyak. Bukan persoalan mudah untuk mengelola BUMN yang berjumlah seratus lebih itu. Untuk itu, Kementerian BUMN mempunyai target merampingkan jumlah BUMN menjadi hanya sekitar 70-an BUMN. Bahkan, Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan, dalam lima tahun ke depan, jumlah BUMN lebih sedikit lagi, cukup sekitar 40-an sehingga lebih efisien.
Singkatnya, dalam rangka optimalisasi dan refocusing bisnis, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir menginginkan adanya efisiensi dan restrukturisasi BUMN (holding, merger, akuisisi, dan lainnya). Tentu, langkah efisiensi dan restrukturisasi BUMN diambil setelah melakukan pemetaan terhadap sejumlah BUMN.
Kementerian BUMN telah memetakan BUMN-BUMN dalam empat kategori. Pertama, BUMN yang fokus menghasilkan nilai ekonomi dan memberikan nilai tambah bagi negara (surplus creator). Kedua, BUMN yang fokus utama pada pelayanan publik (welfare creators). Ketiga, BUMN yang bertugas memberikan nilai ekonomi sekaligus memberikan pelayanan publik (strategic value). Dan, keempat, BUMN yang tidak memiliki nilai ekonomi maupun pelayanan publik (dead weight).
Dalam konteks itu, BUMN-BUMN yang value-nya kecil apalagi merugi dan tidak memiliki opportunity dimasukan sebagai kategori BUMN yang harus dilikuidasi. Ada juga BUMN-BUMN yang harus disehatkan, yaitu BUMN-BUMN yang memiliki beban utang yang besar namun masih memiliki opportunity sekalipun profitnya belum menggembirakan.
Padahal BUMN memainkan peran sangat strategis dan mempengaruhi perekonomian Indonesia secara makro. Kapasitas usaha BUMN sangat besar. Ini menjadi modal pemasukan dan pendapatan bagi negara. Pada tahun 2018, total aset dari sebanyak 113 BUMN mencapai Rp8.117,6 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp3.318,56 triliun adalah aset lancar dan Rp4.799,05 triliun adalah aset tidak lancar. Sebanyak 12 BUMN memiliki aset di atas Rp100 triliun, dan tiga BUMN di antaranya memiliki aset di atas Rp1.000 triliun.
Sebagai catatan, dalam 10 tahun terakhir, BUMN telah memberikan kontribusi dalam penerimaan negara sebesar Rp3.295 triliun. Penerimaan negara itu dalam bentuk dividen, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan pajak. Lebih rinci lagi, dari jumlah itu 54 persen atau sebesar Rp1.972 triliun adalah penerimaan pajak, 11 persen atau Rp 388 triliun adalah dividen, dan PNBP sebesar 30 persen atau Rp1.035 triliun.
Dalam rapat kerja bersama Komisi VI pada awal Juni 2021, Menteri BUMN mengungkapkan laba seluruh perusahaan BUMN pada 2020 hanya mencapai Rp 28 triliun atau anjlok 77 persen dibanding laba bersih perusahaan BUMN pada 2019 yang mencapai Rp124 triliun. Sedangkan pendapatan dari seluruh BUMN pada 2020 ditaksir mencapai Rp 1.200 triliun, atau turun 25 persen dibandingkan pendapatan tahun 2019 sebesar Rp1.600 triliun. Penurunan pendapatan dan laba BUMN itu sebagai dampak pandemi COVID-19.
Di tengah pandemi Covid-19, tahun lalu BUMN masih bisa memberikan kontribusi terhadap APBN. Jumlahnya sebesar Rp 375 triliun. Ini menggambarkan peran BUMN sangat penting bagi perekonomian makro Indonesia. Untuk mendorong perekonomian negara, pemerintah memang perlu menata kembali BUMN-BUMN di bawah kendali Kementerian BUMN.
Transformasi
Kapasitas usaha BUMN yang sangat besar sebagai modal pemasukan bagi negara. Sayangnya hal ini tidak diimbangi dengan manajerial BUMN yang baik. Banyak BUMN yang berjalan di tempat bahkan menjadi beban negara. BUMN Research Group LM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mencatat 80 persen dari total pendapatan BUMN berasal dari hanya 20 persen dari total jumlah perusahaan “pelat merah” itu. Artinya, masih banyak BUMN yang belum beroperasi secara maksimal.
Di sisi lain, saat ini lingkungan bisnis (environtment business) dunia sedang berubah. Perubahan itu didorong perkembangan teknologi informasi seperti industri 4.0, artificial intelegence yang menjadi penggerak industri. BUMN mau tidak mau harus siap menghadapi situasi yang berubah dan ketidakpastian. Cara terbaik menghadapinya adalah dengan melakukan transformasi. Transformasi membawa implikasi pada tata kelola dan bisnis BUMN.
Pada era Menteri BUMN Erick Thohir terjadi percepatan penataan BUMN dengan serangkaian eksekusi kebijakan. Dengan latar belakang pengusaha tulen, Erick Thohir lebih mempunyai intuisi untuk menyelami persoalan dan bagaimana memperbaiki kinerja serta performa BUMN baik dari sisi manajemen maupun keuangan melalui transformasi dan restrukturisasi. Berulang-ulang Menteri BUMN menyebut kata “transformasi” yang harus dilakukan BUMN.
Perhatian saat ini tertuju pada transformasi di tubuh BUMN. Transfomasi, efisiensi, dan restrukturisasi, BUMN adalah sebutan bagi serangkaian langkah dan upaya yang dilakukan Kementerian BUMN untuk memperbaiki kinerja dan performa BUMN. Efisiensi dan restrukturisasi BUMN merupakan bagian dari transformasi BUMN di tengah arus perubahan.
Transformasi di dalam tubuh BUMN berkaitan dengan akuntabilitas perusahaan, profesionalisme, meminimalisir intervensi politik, peningkatan kinerja dan produktivitas serta daya saing perusahaan baik dalam pasar domestik maupun internasional. Transformasi BUMN merupakan satu keharusan. Transformasi merupakan upaya untuk menjadikan BUMN Indonesia lebih kompetitif dan berkelas dunia.
BUMN melakukan transformasi agar siap menghadapi situasi yang berubah dan ketidakpastian. BUMN perlu melakukan perubahan tata kelola menghadapi perubahan lingkungan yang cepat dan agar tetap kompetitif menghadapi persaingan global. Melalui transformasi, BUMN cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. Transformasi jangan pernah berhenti karena perubahan selalu terjadi.
Transformasi BUMN pun sudah terlihat hasilnya. Bank Syariah Indonesia sebagai penggabungan tiga bank syariah milik negara, yaitu BNI Syariah, BRI Syariah, dan Mandiri Syariah telah bersanding dengan bank konvensional. Transformasi di tubuh PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN berhasil menorehkan keuntungan Rp2,3 trilun per Agustus 2021. Padahal, perusahaan ini diproyeksikan bakal rugi Rp1,4 triliun.
Contoh lain, PT Krakatau Steel (Persero), setelah 8 tahun berturut-turut selalu rugi, pada tahun 2020, Krakatau Steel meraih laba bersih 23,67 juta dolar AS atau Rp 339 miliar. Setahun sebelumnya perseroan masih merugi 503,65 juta dolar AS atau Rp7,21 triliun. BUMN lain, yakni Pertamina, mampu meningkatkan performa dan mencatat keuntungan 1 miliar dolar AS di sektor hulu setelah pembentukan enam subholding.
Leadership
Transformasi BUMN menjadi perusahaan yang akuntabel, profesional, dan memiliki daya saing, juga mensyaratkan adanya transformasi human capital. Lebih jelasnya, transformasi sumber daya manusia (SDM). Transformasi di BUMN tidak mungkin terjadi kalau tidak ada transformasi terkait SDM. Termasuk di dalamnya adalah perubahan cara berpikir (mindset) dan internalisasi core value yang diperkenalkan dengan istilah AKHLAK (amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif).
Terkait dengan SDM, dalam transformasi BUMN diperlukan adanya leadership (kepemimpinan). Di sinilah pentingnya seorang pemimpin di BUMN. Pemimpin dengan leadership-nya ikut menentukan jalannya transformasi di BUMN. Karena itu, direksi dan komisaris pada masing-masing BUMN haruslah orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan integritas yang memadai.
Transformasi BUMN bisa terwujud bila pemimpin masing-masing BUMN hadir dengan rencana strategis dan visi yang jelas. Pemimpin-lah yang membawa performa dan kinerja BUMN menjadi lebih baik. Pemimpin adalah orang yang mau dan sanggup berkorban, bertindak dengan keteladanan, dan menerjemahkan sebuah visi menjadi realita.
Pemimpin menginternalisasikan nilai-nilai utama (core values) dalam budaya perusahaan (corporate culture) yang berjalan seiring dengan prinsip perusahaan modern dalam bingkai good corporate governance (GCG).
Dibutuhkan pemimpin BUMN yang handal, memiliki effort dan daya juang. Pemimpin BUMN yang memiliki sense of crisis dan sense of belonging terhadap BUMN yang dipimpinnya.
*) Budi Muliawan, Pemerhati Sosial, Alumni Program Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia