Jakarta (ANTARA) - Pengambilan sampel mukosa buccal dari dalam rongga mulut atau buccal swab bisa membantu memberikan evaluasi risiko kanker payudara seorang wanita.
"Teknologi kami dari pemprosesan sampel itu sendiri kemudian analisa data genetiknya. Jadi, dari sisi pemprosesan sampel itu sendiri kita mengambil sampel swab. Jadi cotton bud yang diusapkan ke sisi dalam pipi," kata salah seorang pendiri dan CEO NalaGenetics Levana Sani di Jakarta, Sabtu.
Menurut Levana, pengambilan sampel dari dalam sisi pipi paling rendah tingkat kegagalannya dibandingkan lokasi tubuh lainnya dan karena sifatnya non-invasif maka cara itu paling memudahkan untuk diambil sendiri oleh pasien.
"Lalu dari sampelnya ini kemudian akan dikirimkan ke lab mitra kita yang akan melakukan teknik micro-array," kata dia.
Cara itu lah yang ditawarkan Levana dan tim melalui MammoReady, sebuah tes DNA untuk memberikan wawasan tentang risiko kanker payudara dalam lima tahun ke depan berdasarkan profil genetik.
Tim kesehatan akan mempertimbangkan riwayat medis, gaya hidup dan riwayat keluarga untuk menilai risiko klinis serta risiko genetik untuk dapat memberikan penilaian risiko.
Biasanya dibutuhkan waktu empat hingga enam pekan hingga seseorang mendapatkan hasilnya. Mereka yang ingin menjalani pemeriksaan buccal swab itu perlu merogoh kocek sekitar Rp4,75 juta.
"Jadi ada pre-test counseling, pengambilan sampel, sampai post-test counseling," tutur Levana.
Seseorang yang telah menerima hasil akan mendapatkan rekomendasi bisa berupa perbaikan dari sisi gaya hidup, berkonsultasi dengan dokter dan perlu atau tidaknya menjalani mammografi.
"Kalau misalnya sekarang mammogram hanya untuk 40 atau 50 tahun, ya. Tap, kalau misalnya memang risikonya sudah tinggi, kita bisa mulai kapan saja sebenarnya," ujar Levana.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Natalia Zwensi Areros, M.Sc mengingatkan bahwa MammoReady bukan merupakan diagnosis, tetapi, skrining.
"Produknya untuk perempuan saja. Sampai sekarang keterbatasannya itu," kata dia.