Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Senin tergelincir dipengaruhi sinyal kuat pemotongan suku bunga Amerika Serikat (AS).
Pada awal perdagangan Senin pagi, rupiah turun 25 poin atau 0,16 persen menjadi Rp15.950 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.925 per dolar AS.
"Reaksi pasar terhadap pernyataan Jerome Powel pekan lalu memberikan isyarat kuat pemangkasan suku bunga, Powell mengatakan jika inflasi bergerak turun, kurang lebih sesuai dengan ekspektasi," kata analis Finex, Brahmantya Himawan, saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
Namun, ambruknya pasar tenaga kerja yang dirilis pada Jumat pekan lalu yaitu angka NFP memberikan isyarat perlambatan ekonomi AS yang memberi kegundahan investor mengenai jalur resesi perekonomian AS.
Pasar telah sepenuhnya memperkirakan penurunan suku bunga pada September 2024 selama beberapa waktu, dengan Ketua bank sentral AS atau The Fed Jerome Powell mengatakan para pengambil kebijakan tidak mempertimbangkan penurunan suku bunga sebesar 50 basis poin (bps) saat ini.
Hal tersebut memberi kabar baik bagi rupiah untuk mendapatkan dorongan penguatan atas dominasi dolar AS.
Brahmantya menuturkan pemangkasan suku bunga AS pada pertemuan Fed September, akan memiliki dua dampak yakni soft landing maupun hard landing, namun pemotongan suku bunga pada September akan memberi skenario jelas bahwa rupiah berada dalam jalur penguatan melawan dominasi dolar AS.
Oleh karena itu, ia memperkirakan pada perdagangan hari ini rupiah berpotensi menguat hingga Rp15.850 per dolar AS.
Sementara itu, rupiah berpotensi diperdagangkan pada kisaran harga Rp15.950 per dolar AS sampai dengan Rp 15.850 per dolar AS.