Jambi (ANTARA) - Mantan Meteri Lingkungan Hidup (LH) dan Kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Zulkifli Hasan yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanah Nasional (PAN) mengakui dirinya belum mengetahui adanya surat panggilan dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap pengajuan revisi alih hutan di Riau pada 2014.
Hal ini disampaikan Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan usai menghadiri acara temu kader PAN di Provinsi Jambi, Kamis yang bertempat di Hotel BW Luxury, Kota Jambi.
"Saya belum tahu bahwa ada surat pemanggilan untuk pemeriksaan di gedung KPK yang dijadwalkan hari ini, makanya saya menghdiri acara di Jambi temu kader PAN dan sekaligus memberikan pengarahan kepada para kader Partai Amanah Nasional tersebut," kata Zulkifli Hasan yang lebih dikenal dengan isitlah panggilannya Zulhas.
Dia dipanggil terkait dugaan suap pengakuan revisi alih fungsi hutan di Riau yang menjerat mantan gubernur Riau, Annas Maamun. Namun mantan menteri kehutanan era Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) ini tidak hadir memenuhi panggilan gedung merah putih itu.
Zulhas malah berkunjung ke Jambi dalam agenda konsolidasi dan temu kader PAN di Hotel BW Luxury Jambi. Terkait pemanggilan dirinya oleh KPK Zulhas mengaku belum tahu.
Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah melayangkan surat kepada Zulhas untuk hadir pada pemeriksaan terhadap mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2009-2014 Zulkifli Hasan sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau Tahun 2014.
Ketua Umum DPP PAN itu diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka sebuah korporasi PT Palma. Penyidik hari ini mengagendakan pemeriksaan terhadap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2009-2014 Zulkifli Hasan sebagai saksi untuk tersangka PT Palma terkait tindak pidana korupsi suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau Tahun 2014.
Diketahui, KPK pada 29 April 2019 telah mengumumkan tiga tersangka terdiri dari perorangan dan korporasi terkait pemberian hadiah atau janji pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan Tahun 2014.
Tiga tersangka itu adalah sebuah korporasi PT Palma, Legal Manager PT Duta Palma Group Tahun 2014 Suheri Terta (SRT), dan Surya Darmadi.
Hubungan antara korporasi dengan dua orang tersangka lainnya, yaitu diduga pertama, perusahaan yang mengajukan permintaan pada mantan Gubernur Riau Annas Maamun diduga tergabung dalam Duta Palma Group yang mayoritas dimiliki oleh PT Darmex Agro.
Surya diduga juga merupakan "beneficial owner" PT Darmex Agro dan Duta Palma Group. Suheri merupakan Komisaris PT Darmex Agro dan orang kepercayaan Surya, termasuk dalam pengurusan perizinan lahan seperti diuraikan dalam kasus ini.
Dalam penyidikan itu, diduga Surya merupakan "beneficial owner" PT Palma Satu bersama-sama Suheri Terta selaku orang kepercayaan Surya daIam mengurus perizinan terkait lahan perkebunan milik Duta Palma Gorup dan PT Palma Satu dan kawan-kawan sebagai korporasi yang telah memberikan uang Rp3 miliar pada Annas Maamun terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan Tahun 2014.