Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan bahwa konsep keadilan restoratif dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat mengatasi jumlah tahanan yang melebihi kapasitas lembaga pemasyarakatan (overcapacity lapas).
KUHP dan Undang-Undang Pemasyarakatan baru merupakan upaya pemerintah untuk menghidupkan kembali pendekatan penjara sebagai upaya terakhir dalam penegakan hukum, bukan upaya satu-satunya.
Melalui KUHP baru, pemerintah menyoroti pentingnya pemulihan untuk mengurangi unsur-unsur kejahatan. Dengan harapan, pengurangan unsur-unsur kejahatan tersebut dapat mencegah terjadinya kejahatan.
“Mengedepankan prinsip-prinsip perbaikan pelanggar hukum guna mereduksi unsur-unsur kejahatan, daripada sekadar menjauhkan mereka (pelanggar hukum) dari masyarakat dengan cara mencabut kemerdekaan sementara,” ujar Yasonna.
Bagi Yasonna, tidak adil menumpahkan segala persoalan tentang lahirnya dan berkembangnya kejahatan kepada seorang individu melalui penghukuman seberat-beratnya. Terdapat berbagai faktor yang turut mendorong terjadinya kejahatan.
“Faktor ekonomi, faktor sosial, dan faktor-faktor lainnya. Menjadi tidak fair (adil) menumpahkan segala persoalan tentang lahirnya dan berkembangnya kejahatan kepada seorang individu,” ucapnya.
Oleh karena itu, Yasonna berharap agar pendekatan dalam KUHP dan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru dapat disosialisasikan, tidak hanya kepada kampus, tetapi juga mulai menyentuh para aparat penegak hukum, termasuk para pengacara.
Para pihak yang terlibat dalam pembuatan undang-undang tersebut, yakni Kementerian Hukum dan HAM dan Komisi III DPR RI, pun bersedia untuk membantu dalam menyampaikan filosofi-filosofi dan tafsir-tafsir sesungguhnya dari KUHP yang telah disahkan.
“Kita masuk ke transisi sebelum tiga tahun. Desember 2025 nanti KUH Pidana baru kita berlaku,” ujar Yasonna.