Jambi (ANTARA Jambi) - Limbah karet PT Aneka Bumi Pratama (ABP) yang berlokasi di dua lam dua desa, yakni Desa Kubu Kandang Dalam dan Desa Simpang Kubu Kandang, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Jambi, diduga telah mencemari air Sungai Batanghari.
"Pencemaran limbah ini telah terjadi sejak tahun 2006, namun belum ada tindakan yang diambil oleh pihak Pemkab Batanghari atau Pemprov Jambi, bahkan pemerintah pusat sekalipun," kata Kepala Desa Simpang Kubu Kandang Salamuddin saat dihubungi, Jumat.
Ia mengatakan, keluhan ini sudah lama dan sudah sering disampaikan oleh warga yang memanfaatkan air Sungai Batanghari untuk keperluan sehari-hari, namun belum ada respon dari pihak terkait.
"Mungkin karena perusahaan ini dimiliki oleh orang berduit. Padahal, keluhan ini sudah lama. Menurut informasi lagi, perusahaan ini milik orang Jepang," katanya.
Mmenurut Salamuddin, pencemaran ini telah berdampak pada tanaman/kebun duku dan pisang warga setempat yang pernah mati dan sudah diganti rugi oleh pihak perusahaan.
"Selain kebun warga yang tercemar, ikan keramba warga yang berada di aliran Sungai Batanghari ikut terancam. Banyak ikan keramba warga yang mati diduga akibat limbah karet tersebut," ujarnya.
Hal senada dikatakan Kepala Desa Kubu Kandang Dalam Musa yang mengakui, PT ABP pada 2007 didatangi Gubernur Jambi saat dijabat Zulkifli Nurdin, namun, hingga kini masalah limbah itu belum bisa diatasi oleh pihak terkait.
"Saya juga bekerja di perusahaan sebagai pemulung karet yang dibuang perusahaan ke Sungai Batanghari. Di tempat pembuangan akhir, karet dengan potongan kecil-kecil memang sengaja di buang ke Sungai Batanghari, apalagi pada musim hujan. Kalau tidak percaya mari kita sama-sama lihat," kata Musa.
Selain pencemaran limbah, bau menyengat dari pabrik karet tersebut juga membuat masyarakat terganggu, seperti warga sekitar dan juga Pondok Pesantren Irsyadul Ibad yang berdampingan dengan lokasi perusahaan.
Solihin, seorang pembantu Ponpes Irsyadul Ibad mengatakan, setiap hari sudah menjadi kebiasaan para santri dan juga para guru yang mengajar di ponpes ini menghirup bau busuk dari pabrik karet PT ABP.
"Kami tidak bisa berbuat banyak terkait bau menyengat dari perusahaan pengolah karet itu. Kami berharap ada tanggungjawab perusahaan dan juga pemerintah untuk memperhatikan kondisi yang terjadi di wilayah ini," kata Solihin.
Sementara itu, Humas PT ABP Herlis ketika dikonfirmasi langsung menanggapi pernyataan kepala desa terkait pencemaran limbah karet di dua desa di Kecamatan Pemayung tersebut.
Terkait dengan adanya dugaan pencemaran itu, pihak perusahaan sudah memperbaiki semua sarana pembuangan limbah.
Ia menjelaskan, jarak antara pembuangan limbah pabrik karet dengan Sungai Batanghari sekitar 200 meter dan ini sudah mengikuti standar dan ketentuan yang berlaku.
Herlis membenarkan bahwa sampah karet dengan potongan kecil tersebut dibuang ke Sungai Batanghari.
Disamping itu, pihak perusahaan sudah membuat dua instalasi pembuangan air limbah (IPAL) di kolam limbah. Namun ia membantah bahwa pembuangan kotoran karet tersebut telah mencemari air Sungai Batanghari.
"Kita sudah membuat dua IPAL di kolam pembuangan, karena itu kalau ada yang menyebut telah terjadi pencemaran seperti apa yang disampaikan Kades, saya rasa tidak ada," demikian Herlis. (Ant)