Jakarta (ANTARA Jambi) - Bekas Komisioner Komisi Kejaksaan Republik
Indonesia Kaspudin Noor mengatakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap beberapa jaksa menjadi bukti
revolusi mental kejaksaan gagal total.
"Revolusi mental gagal
karena selama ini tidak jelas visi dan sistemnya," kata Kaspudin, dosen
Fakultas Hukum Universitas Satyagama kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Dalam
sepekan ini Kejaksaan menjadi sorotan publik setelah OTT terhadap
petinggi PT Brantas Abipraya (Persero) dalam suap yang diduga untuk
menghentikan penyelidikan dugaan korupsi pada BUMN itu oleh Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta, kemudian dua jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat
dan Jawa Tengah, dan kalahnya Kejati Jawa Timur dalam gugatan
praperadilan oleh tersangka korupsi dana hibah bansos Jawa Timur La
Nyalla Mattalitti.
Ia mengaku saat masih mejabat Komisioner
Komisi Kejaksaan pernah memberikan masukan kepada kejaksaan mengenai
pentingnya pengawasan melekat (waskat). "Mungkin waskat itu yang tidak
berjalan," katanya.
Menurut dia, Kejaksaan semestinya menjiplak sistem waskat diterapkan kepolisian. "Copy paste-lah kejaksaan terhadap Polri," saran dia.
Indonesia
Corruption Watch (ICW) menilai dua OTT KPK di Kejaksaan Tinggi DKI
Jakarta dan Jawa Barat membuktikan kegagalan pembinaan di internal Korps
Adhyaksa.
"Dua OTT KPK itu harus diartikan bahwa institusi
kejaksaan belum steril dari praktik korupsi dan mafia peradilan," kata
peneliti ICW Emerson Yuntho.
Emerson mengatakan operasi KPK itu
juga harus diartikan bahwa fungsi pengawasan di internal kejaksaan belum
berjalan optimal sehingga masih ada praktik korupsi dan mafia
peradilan.
Emerson menilai Jaksa Agung M. Prasetyo seharusnya meminta maaf kepada publik dan berbesar hati mengundurkan diri.
Revolusi mental kejaksaan dinilai gagal
Rabu, 13 April 2016 16:30 WIB
......karena selama ini tidak jelas visi dan sistemnya......