Jakarta (ANTARA) - Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) hadir dengan tujuan untuk memperkuat desentralisasi fiskal di Indonesia, khususnya dalam memperkuat kemampuan perpajakan daerah (local taxing power).
UU ini memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah untuk mengelola sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang lebih besar dan beragam. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemandirian fiskal daerah, sehingga mampu mempercepat pembangunan daerah dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan pandangan pakar dalam konteks desentralisasi fiskal, yang antara lain diutarakan oleh Dr. Ahmad Fauzi, bahwa penting bagi daerah untuk memiliki transparansi dalam penggunaan dana pajak untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Sehingga untuk itu Pemerintah daerah harus memperkuat akuntabilitas dan mendorong partisipasi publik dalam perencanaan anggaran.
Tujuan dan Ruang Lingkup Undang-Undang HKPD 2022
Undang-Undang HKPD 2022 bertujuan untuk menyeimbangkan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta mengatur pembagian kewenangan dalam pengelolaan sumber daya keuangan. Dalam konteks local taxing power, undang-undang ini berfokus pada peningkatan kapasitas fiskal daerah, melalui pemberian kewenangan yang lebih besar dalam menetapkan dan mengelola pajak daerah.
Menurut Prof. Dr. Didik J. Rachbini, pakar ekonomi dan keuangan negara, UU HKPD 2022 merupakan langkah yang sangat positif untuk memperbaiki hubungan keuangan antara pusat dan daerah.
Namun, ia juga menekankan bahwa keberhasilan implementasi undang-undang ini sangat bergantung pada kemampuan daerah dalam meningkatkan kapasitas administrasi pajak dan menyesuaikan kebijakan perpajakan dengan kondisi ekonomi lokal.
Ada beberapa poin penting dalam undang-undang ini yang berhubungan dengan aspek implementatif penguatan local taxing power, yaitu:
Peningkatan Pajak Daerah: Penataan kembali jenis-jenis pajak daerah yang sebelumnya terbatas, dengan menambah jenis pajak baru yang relevan dengan perkembangan ekonomi lokal.
Kewenangan Daerah dalam Penetapan Tarif Pajak: Pemerintah daerah diberikan keleluasaan lebih dalam menentukan tarif pajak sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
Transfer Dana yang Lebih Fleksibel: UU HKPD mengatur bahwa alokasi transfer dari pusat kepada daerah harus lebih fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masing-masing daerah.
Penguatan Kapasitas Administrasi Pajak Daerah: Mengintegrasikan teknologi untuk meningkatkan efisiensi pemungutan pajak serta transparansi dalam pelaporan dan penggunaan dana pajak.
Aspek-Aspek Implementatif Penguatan Local Taxing Power
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan pada tahun 2021, kontribusi Pajak Daerah terhadap total pendapatan negara mencapai 11%. Dari angka tersebut, pajak daerah diharapkan akan terus meningkat seiring dengan implementasi UU HKPD yang memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan pajak.
Selain itu, dalam laporan Bank Dunia (2020), terdapat analisis bahwa kemampuan fiskal daerah di Indonesia masih rendah, dengan rata-rata kontribusi PAD terhadap total belanja daerah hanya sekitar 10-15%. Hal ini menunjukkan bahwa, meskipun ada potensi besar dalam pendapatan daerah, pemanfaatan pajak daerah belum optimal. UU HKPD 2022 diharapkan dapat memperbaiki ketimpangan ini dengan memperkuat local taxing power.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam implementasi UU HKPD 2022 untuk memperkuat local taxing power di daerah antara lain:
Diversifikasi Sumber Pendapatan Daerah. Sebelum adanya UU HKPD, sebagian besar daerah bergantung pada alokasi dana dari pusat melalui dana transfer. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, pada tahun 2020, sekitar 80% pendapatan daerah berasal dari transfer pusat. Hal ini mengurangi otonomi fiskal daerah dan menciptakan ketergantungan yang tinggi. UU HKPD memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengoptimalkan pajak daerah yang sebelumnya terbatas, seperti pajak hotel, restoran, dan reklame.
Selain itu, pajak daerah dapat diperluas untuk mencakup sektor-sektor yang berkembang di tingkat lokal, seperti pajak atas penggunaan ruang udara (untuk daerah dengan potensi wisata udara), atau pajak atas transaksi digital (e-commerce), yang relevan dengan perkembangan ekonomi saat ini.
Pemberian Kewenangan Lebih Besar dalam Penetapan Tarif Pajak. Salah satu aspek penting dalam UU HKPD adalah pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk lebih mandiri dalam menentukan tarif pajak. Sebelumnya, tarif pajak daerah banyak yang diatur secara ketat oleh pemerintah pusat.
Dengan adanya kewenangan yang lebih besar dalam penetapan tarif pajak, daerah dapat menyesuaikan besaran pajak dengan kondisi dan kebutuhan ekonomi daerah. Sebagai contoh, daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi dan potensi industri besar, seperti Jakarta atau Surabaya, dapat menetapkan tarif pajak yang lebih tinggi untuk sektor-sektor tertentu, guna meningkatkan PAD. Di sisi lain, daerah dengan tingkat perekonomian lebih rendah, seperti beberapa daerah di Papua atau Nusa Tenggara, dapat menetapkan tarif pajak yang lebih rendah untuk mendukung daya saing ekonomi lokal.
Peningkatan Sistem Administrasi dan Teknologi UU HKPD juga menekankan pentingnya penguatan kapasitas administrasi pajak daerah melalui penggunaan teknologi informasi.
Implementasi sistem perpajakan berbasis elektronik akan meningkatkan efisiensi pemungutan pajak serta mengurangi kebocoran pendapatan daerah.
Pemerintah daerah perlu melakukan transformasi digital untuk mempermudah masyarakat dalam melakukan pembayaran pajak dan meminimalkan potensi pungutan liar.
Hal ini misalnya sistem pembayaran pajak daerah secara online seperti yang diterapkan di DKI Jakarta, yang memungkinkan warga untuk membayar pajak kendaraan bermotor dan pajak bumi dan bangunan (PBB) secara langsung melalui aplikasi, dapat menjadi model yang diikuti oleh daerah lain.
Pengelolaan dan Alokasi Dana yang Lebih Fleksibel. Dalam UU HKPD, mekanisme alokasi dana dari pusat ke daerah diatur agar lebih fleksibel dan berdasarkan kebutuhan riil masing-masing daerah. Pemerintah daerah diharapkan dapat merencanakan dan mengalokasikan dana sesuai dengan prioritas pembangunan daerah, terutama untuk sektor-sektor yang berpotensi menghasilkan PAD lebih besar, seperti sektor pariwisata, industri, dan sektor digital. Pengelolaan dana yang lebih fleksibel ini diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang lebih baik dan meningkatkan kemandirian fiskal daerah.
Penutup
Implementasi UU HKPD 2022 diharapkan dapat memperkuat local taxing power daerah melalui peningkatan diversifikasi sumber pendapatan daerah, pemberian kewenangan yang lebih besar dalam penetapan tarif pajak, penguatan administrasi perpajakan, serta alokasi dana yang lebih fleksibel. Namun, agar tujuan ini tercapai, diperlukan upaya serius dari pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung, termasuk teknologi dan sistem administrasi pajak yang efisien.
Sehingga dengan demikian keberhasilan implementasi UU HKPD ini akan mempercepat kemandirian fiskal daerah dan memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi di tingkat lokal.
*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi