Jambi (Antaranews Jambi) - Aktifitas perambahan hutan dan penebangan liar di kawasan Hutan Harapan yang berada di dua provinsi, yakni Jambi dan Sumatera Selatan, ternyata masih menjadi ancaman serius yang perlu penanganan intensif.
Apalagi Hutan Harapan adalah kawasan restorasi yang bertujuan pemulihan ekosistem hutan yang mengalami degradasi dan deforestasi.
Pada Rabu (28/2), Polisi Kehutanan (Polhut) Provinsi Jambi, mengamankan tiga terduga pelaku perambahan dan penebangan liar, serta mengamankan satu unit alat berat dan gergaji mesin di kawasan Hutan Harapan, tepatnya di Kunangan Jaya Desa Bungku, Kabupaten Batanghari.
Ketiga terduga perambah hutan itu, yakni Bernandus (48), warga Kasang Jaya, Kota Jambi, Baron Komaruddin, warga Kasang Jaya selaku operator alat berat, serta Sarno (33), warga Kunangan Jaya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi melalui Kasi Perlindungan Hutan, Iman, di Jambi, Kamis, mengatakan tiga orang terduga diamankan di Hutan Harapan di Kunangan Jaya 1, Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari
Mereka diamankan ketika tengah melakukan kegiatan perambahan di lokasi tersebut.
Usai penangkapan, polhut dan didukung personel Tim Perlindungan Hutan (Linhut) PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) selaku pengelola Hutan Harapan, membawa ketiga terduga pelaku untuk pemeriksaan lebih lanjut oleh penyidik Polhut Dinas Kehutanan di Jambi.
"Kita tengah melakukan pendalaman, terkait aktivitas mereka dikawasan PT Reki. Dan dugaan sementara perambahan hutan," katanya menjelaskan.
Untuk barang bukti ketiganya, Dishut mengamankan satu unit alat berat jenis ekskavator dan satu unit gergaji mesin. Kini pihak Dishut tengah berupaya mengeluarkan alat berat tersebut untuk diamankan di Kantor Dishut Provinsi Jambi.
Berdasarkan keterangan Manager Komunikasi PT Reki, Joni Rizal, lahan terlihat terbuka luas bekas garapan eskavator, dengan kayu-kayu bergelimpangan setelah ditumbangkan oleh para perambah. Sebagian bahkan sudah ditanami sawit.
Informasi masuknya alat berat diperoleh berdasarkan investigasi tim Linhut PT Reki pada 5 Februari 2018, yang ditindaklanjuti dengan pengecekan lapangan. Alat berat jenis ekskavator itu diduga disewa oleh seorang pemodal bernama Erik Sembiring dan keluarganya.
Erik dan kawan-kawan dilaporkan akan membuka lahan untuk kebun sawit sekitar 200 hektare secara ilegal dalam kawasan hutan negara yang dilindungi dan sedang dipulihkan ini.
Awalnya, pada 14 Februari 2018 Tim Linhut PT Reki telah memberikan peringatan lisan dan tertulis, tetapi tidak digubris. Mereka lalu diberikan kembali peringatan pada 22 Februari, akan tetapi tetap saja diabaikan.
Kemudian Tim Linhut PT Reki berkoordinasi dengan Polhut Dinas Kehutanan Provinsi Jambi menindaklanjuti. Hasilnya polhut menurunkan tim dan menemukan sejumlah orang dengan alat berat sedang bekerja di lokasi perambahan dan sedang menggarap lahan.
Manajer Perlindungan Hutan PT Reki, T.P. Damanik, menyayangkan aksi nekat perambahan itu dan meminta aparat untuk tegas memproses para pelaku.
"Mereka sudah diperingatkan untuk tidak beraktivitas ilegal dalam kawasan Hutan Harapan, tetapi tidak menggubris. Makanya kita meminta dukungan dan bantuan polhut untuk menindak," kata Manik.
Head of Stakeholder Partnership PT Reki, Adam Aziz, menyatakan Reki mengamankan kawasan Hutan Harapan dengan dua pendekatan, yakni litigasi dan nonlitigasi, sesuai aturan perundang-undangan.
Litigasi dilakukan dengan penegakan hukum terhadap para perusak dan perambah hutan, sedangkan nonlitigasi berupa resolusi konflik untuk mencapai kesepakatan pengelolaan kawasan hutan dalam skema perhutanan sosial, sebagaimana diatur Permen LHK Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial dan Permen LHK Nomor 84 Tahun 2015 tentang Penanganan Konflik Tenurial.
Para pelaku dan pemodal perambahan dan penggarapan lahan yang ditindak di Kunangan Jaya itu, tidak termasuk dalam kelompok yang memenuhi syarat untuk perhutanan sosial melalui skema kemitraan.
Keberadaa aktivitas ilegal ini disebuyt Adam sebagai sangat mengganggu implementasi kemitraan yang sudah disepakati dengan sebagian masyarakat Kunangan Jaya.
Apalagi masyarakat yang sudah menandatangani MoU kemitraan dengan Hutan Harapan mendesak terciptanya keadilan perlakuan terhadap masyarakat.
Mereka juga meminta agar para perambah dan pelaku ilegal ditindak sesuai hukum.
Hutan Harapan adalah kawasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) seluas 98.555 hektare di Sumatera Selatan dan Jambi yang dikelola oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia.
Izin untuk areal Sumatera Selatan seluas 52.170 hektare yakni berada di Kabupaten Musi Banyuasin diberikan melalui SK Menhut No. 293/Menhut-II/2007. Izin untuk areal Jambi seluas 46.385 hektare yang berada di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun diberikan melalui SK Menhut No. 327/Menhut-II/2010.
Penangkapan pelaku perambahan di Hutan Harapan dan penebangan liar bukan kali ini saja, namun belum ada efek jera bagi pelaku lain. Aktivitas itu tetap saja menjadi ancaman bagi Hutan Harapan.
Restorasi Pertama
Hutan Harapan yang merupakan restorasi pertama di Indonesia itu pernah dikunjungi Putra Mahkota Kerajaan Inggris, Pangeran Charles pada 2008, total memiliki luas kawasan sekitar 98.555 hektare di Jambi dan Sumatera Selatan, dan merupakan sisa hutan tropis dataran rendah di bagian selatan dan tengah Pulau Sumatera.
Hutan Harapan dikelola oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia yang merupakan perusahaan yang dibentuk oleh Konsorsium Birdlife. Konsorsium itu terdiri atas Burung Indonesia, RSPB, dan Birdlife International (organisasi kemitraan yang berpusat di Ingggris).
Restorasi di kawasan hutan itu bertujuan pemulihan ekosistem hutan yang mengalami degradasi dan deforestasi melalui pendekatan Restorasi Ekosistem (RE).
Kawasan itu termasuk salah satu wilayah hutan tropis Sumatera yang paling terancam di dunia atau terus mendapat tekanan perambahan dan penebangan liar.
Oleh karena itu, kawasan restorasi yang dikelola PT Reki tersebut merupakan kawasan hutan dataran rendah yang masih tersisa di Sumatera dan sangat penting untuk diselamatkan dan dijaga demi keberlangsungan keanekaragaman hayati.
Upaya penyelamatan itu penting dilakukan karena di kawasan Hutan Harapan mengandung nilai konservasi dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Di dalamnya teridentifikasi sebanyak 307 jenis burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil, dan 917 jenis pohon.
Di kawasan Hutan Harapan juga terdapat beberapa plot penelitian melalui project Crc 990/EFForTS yang merupakan penelitian internasional kerja sama antara Universitas Jambi, Institut Pertanian Bogor, Universitas Tadulako, dan Universitas Goettingen Jerman berada di kawasan konsesi restorasi ekosistem itu.
Selain itu, di kawasan tersebut masih ditemukan spesies payung (Umbrella Species), yaitu Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), Tapir (Tapirus indicus), dan Beruang madu (Helarctos malayanus) yang menjadi indikator bahwa kawasan ini masih memiliki nilai konservasi dan keanekaragaman hayati yang tinggi.
Bahkan, kawasan restorasi tersebut juga menjadi rumah bagi spesies burung Rangkong (Hornbill/Bucerotidae) dan terdapat berbagai jenis Rangkong, seperti jenis Enggang Klihingan (Anorrhinus galeritus/bushy-crested hornbill) dan Enggang Jambul (Aceros comatus/Berenicornis comatus/white-crowned hornbill). ***