Sorong (ANTARA) - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Papua Barat Anthonius M Ayorbaba menyebutkan bahwa kericuhan narapidana di Lapas Sorong pada 22 April 2020 adalah karena masalah kurangnya transparansi pelayanan oleh petugas.
Dia mengatakan bahwa pernyataan atau aspirasi warga binaan Lapas Sorong yang meminta dibebaskan dalam situasi wabah Corona saat ini, akan dievaluasi di Kanwil Kemenkumham Papua Barat guna diteruskan kepada Menteri Hukum dan HAM.
Baca juga: Polisi tetapkan seorang Napi tersangka pembakaran Lapas Sorong
Ia menjelaskan bahwa permasalahan di Lapas Sorong tersebut adalah kurangnya transparansi pelayanan. Padahal Lapas Sorong telah disiapkan server sistem database pemasyarakatan, sehingga memudahkan pelayanan.
Dengan sistem database tersebut, narapidana tidak perlu lagi bertanya kepada petugas, tetapi dia sendiri bisa mengecek langsung kapan dia dibebaskan dan kapan dia menjalani program pembinaan lanjutan.
"Namun, hal tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh petugas yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Sorong," ujar Kakanwil.
Karena itu, dia telah memberikan arahan kepada seluruh petugas dan Kepala Lapas Sorong, agar transparansi pelayanan tersebut harus dikedepankan.
Menurut dia, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 yang dibebaskan di tengah situasi wabah ini adalah narapidana habis masa hukumannya hingga Desember 2020.
"Kami telah memberikan pemahaman tersebut dengan baik kepada seluruh narapidana Lapas Sorong dan mereka memahami hal tersebut," ujar dia pula.
Baca juga: Menkumham RI tanggapi larinya 258 WBP dari Lapas Sorong