Jambi (ANTARA) - Jumlah warga Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) yang tinggal di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) dan beraktifitas berhuma di zona tradisional terus bertambah seiring meningkatnya pengetahuan mereka tentang budidaya tanaman.
"Ya, Orang Rimba di kawasan TNBD sudah memanfaatkan lahannya di kawasan 'tano behuma' yang berada di zona tradisional itu, mereka bercocok tanam dan sudah terbiasa memanfaatkan hasil tanaman untuk menjadi sumber pangan mereka. Aktifitas ini tumbuh menjadi kebiasaan baru yang dianggap lebih menghasilkan dibandingkan berburu dan meramu," kata Kepala Balai Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD) Haidir, ketika dihubungi ANTARA dari Jambi, Jumat.
Dalam rangka pemberdayaan dan upaya membangun kemandirian Orang Rimba, beberapa organisasi, pemerintah, perusahaan, kampus, perwakilan Orang Rimba dan LSM mendirikan Forum Kemitraan Pembangunan Sosial Suku Anak Dalam. TNBD tergabung juga di dalam forum ini.
Upaya mengoptimalkan lahan atau 'tano behuma' untuk mereka sudah mulai menunjukkan hasil, di mana lahan yang dikelola di tapak keluarga itu sudah banyak yang menghasilkan.
Menurut Haidir, Orang Rimba memilih jenis tanaman keras, sayuran, dan komoditas pangan sesuai dengan kebutuhannya, dengan pendampingan dari petugas lapangan dan para pihak.
"Mereka memilih tanaman atau komoditas pangan sesuai dengan kebutuhan, kita dan juga beberapa LSM atau pendampingan CSR dari perusahaan memfasilitasi benih dan bibit tanamannya. Meski demikian aktivitas berburu yang menjadi tradisi mereka tetap mereka jalani," kata Haidir.
Sejumlah benih tanaman pangan antara lain padi huma atau tanaman padi yang biasa ditanam di lahan kebun maupun sayuran dan jenis palawija lainnya. Selain itu juga diberikan pendampingan agar tanaman pangan itu bisa tumbuh dan produktifitasnya baik.
"Seperti di wilayah timur TNBD, tiga kelompok di bawah tiga tumenggung (Ngelembo, Ngamal, dan Nyenong) di sana sudah menanam sayur-sayuran, dan palawija. Sementara di Wilayah Barat TNBD para pemuda Orang Rimba yang tergabung di Kelompok Makekal Bersatu telah mencoba menanam padi huma dan umbi-umbian, aktivitas ini didampingi oleh LSM Sokola Institute dan Yayasan CAPPA Keadilan Ekologi," kata Haidir.
Selain kelompok-kelompok itu, Forum juga terus mendorong aktivitas berhuma di beberapa kelompok Orang Rimba yang ada di kabupaten Sarolangun.
Hasilnya, selain untuk dikonsumsi sendiri juga sebagian dijual untuk kemudian penghasilanya dibelikan kebutuhan lainnya untuk keluarga mereka.
Sehingga, secara bertahap ketersediaan pangan mereka menjadi lebih kuat dan bisa memenuhi sendiri. Dengan bercocok tanam, sumber pangan Orang Rimba juga menjadi lebih variatif baik itu beras, sayur mayur, buah buahan, umbi-umbian atau lainnya.
Ia menyebutkan, kearifan lokal Orang Rimba tetap dikedepankan untuk pengelolaan zona tradisional, termasuk "tano behuma" yang berada di tapak keluarga.
"Kami bersama pemerintah daerah dan teman-teman LSM terus bergerak memanfaatkan potensi yang ada. Bantuan perusahaan juga cukup berperan melalui program tanggung jawab sosial perusahaanya di berbagai sektor, pendidikan, sosial, sarana-prasarana dan juga pemberdayaan," katanya.
Lebih lanjur Haidir memberikan sedikit gambaran terkait kawasan di sana. Orang menjaga kelompoknya. Aktifitas 'behuma' ini hanya untuk mereka Orang Rimba, bukan orang dari luar. Itu sudah dipastikan dan zonanya di TNBD sudah disepakati bersama pada 2018 lalu. Dimana di TNBD saat ini ada 13 tumenggung dan kelompoknya bermukim wilayah masing-masing dalam "ruang adat" yang sudah disepakati.
Telah disepakati pemetaan kawasan (tata ruang) itu secara kolaboratif dan adaptif yakni zona inti yang disebut Orang Rimba dengan sebutan 'tali bukit' yang berupa hutan inti, kemudian zona religi yakni wilayah yang mereka yakini untuk kegiatan keyakinan dan kepercayaan. Nama zona ini berbeda-beda sebutan, ada yang disebut "tano suban", "tano bedewo" atau ada juga yang menyebut "tano pasaron".
Kemudian zona tradisional itu terdiri dari 'tapak komunal' atau yang dihuni dan dimanfaatkan secara bersama kelompok atau tumenggung yang terdiri atas beberapa keluarga yang luas areal wilayahnya bisa ratusan hingga ribuan hektare. Serta serta tapak keluarga yang luasnya dua hingga lima hektar untuk digarap secara privat oleh masing-masing keluarga.
"Hukum Adat Orang Rimba dan hukum nasional dipadukan, sehingga sesuai dan bahkan menjadi kekuatan untuk pelestarian kawasan dan juga bagi pemberdayaan Orang Rimba. Yang terpenting mereka bisa mendapatkan kesejahteraan dan buktinya memang sudah banyak berubah ke arah yang lebih baik," kata Haidir.
Pihaknya terus melalukan pemantauan, dan koordinasi dengan berbagai elemen baik pemerintah daerah, pemerintah pusat, swasta dan juga lembaga pemberdayaan masyarakat untuk terus memaksimalkan program peningkatan kesejahteraan Orang Rimba.
Jumlah Orang Rimba "berhuma" terus meningkat
Sabtu, 11 Juni 2022 17:18 WIB