Jakarta (ANTARA) - Pemerintah resmi menyatakan perang melawan judi online. Genderang perang ditabuh setelah korban jiwa berjatuhan akibat judi daring. Beberapa orang bunuh diri akibat terlilit utang dan bertindak kriminal hanya demi menggamit uang sebagai modal berjudi.
Mengingat aktivitas haram itu memiskinkan masyarakat, bahkan memakan korban jiwa, Pemerintah mulai mempersiapkan "senjata" khusus untuk memberantas judi online.
Senjata itu berupa Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Perjudian Daring (Judi Online) yang ditanda tangani Presiden Joko Widodo pada 14 Juni 2024.
Kepres itulah yang akan melahirkan Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring atau biasa disebut Satgas Judi Online.
Satgas itu didesain untuk menjadi ujung tombak Pemerintah dalam memberantas judi online dari hulu ke hilir.
Satgas yang dikomandoi Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto ini beranggotakan personel dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Polri, TNI, Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi (PPATK), dan beberapa instansi terkait lainnya.
Setelah keppres tersebut ditandatangani, Hadi beserta jajaran satgas langsung menggelar rapat perdana membahas langkah konkret yang dilakukan satgas dalam memberantas judi online, Rabu (19/6).
Pembentukan satgas membuktikan bahwa judi online sudah memang menjadi masalah serius yang harus segera diatasi Pemerintah.
Pasalnya, sebagian orang saat ini seperti telah menjadikan judi online sebagai jalan pintas menuju kemakmuran. Padahal, apa pun bentuk judi itu, korban terbesar adalah petaruh, bukan bandar.
Dari mulai pengangguran hingga sebagian pegawai pemerintah terbius dengan iming-iming menggandakan uang dengan cara cepat.
Menurut data Kemenko Polhukam, aktivitas judi online bahkan merasuki anak-anak di bawah usia 10 tahun.
Tercatat 2 persen pengguna judi online berusia di bawah 10 tahun dengan jumlah sekitar 80.000 orang. Selanjutnya usia 10-20 tahun berkisar sebanyak 11 persen atau kurang lebih 440.000 orang.
Lalu ada pemain judi online di kalangan usia 21-30 tahun yang berkisar 13 persen atau sebanyak 520.000 orang, usia 30-50 tahun sebanyak 40 persen atau setara dengan 1.640.000 orang dan terakhir usia 50 tahun ke atas sebanyak 34 persen atau setara dengan 1.350.000 orang.
Kemenko Polhukam mencatat rata rata nilai transaksi yang dilakukan kalangan pengguna judi online dari kelas ekonomi bawah, menengah, hingga atas.
Tercatat untuk kalangan ekonomi menengah ke atas, rata rata nilai transaksi judi online itu dari Rp100.000 sampai Rp40 miliar, sedangkan untuk kalangan menengah ke bawah tercatat dari Rp10.000 sampai Rp100.000.
Nasib jutaan orang yang kecanduan judi dengan nilai transaksi miliaran rupiah itulah yang saat ini berusaha diselamatkan oleh Satgas Judi Online.
Belum lagi mereka yang terjerat pinjaman online karena judi online. Hal tersebut diyakini saling berkaitan lantaran judi online dan pinjaman online bak dua sisi mata uang.
Padahal, ancaman terhadap pelaku judi online cukup berat. Mereka yang menggunakan atau mendistribusikan judi online bisa dikenakan sanksi pidana.
Judi online merupakan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (2) dalam UU 1/2024 tentang Perubahan Kedua UU ITE.
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian," kutip Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024 tentang Perubahan Kedua UU ITE".
Dalam pasal ini, yang dimaksud "mendistribusikan" yakni mengirimkan atau menyebarkan informasi atau dokumen elektronik kepada banyak orang melalui sistem elektronik.
Adapun yang dimaksud "mentransmisikan" yakni mengirimkan informasi dan/atau dokumen elektronik yang ditujukan kepada pihak lain melalui sistem elektronik.
Terakhir yang dimaksud "membuat dapat diakses" yakni segala upaya di luar mendistribusikan dan mentransmisikan yang dapat membuat orang lain mengakses informasi tersebut.
Dengan kata lain, publik figur atau pun pihak lain yang sengaja mempromosikan judi online di sosial medianya juga berpotensi terkena pasal tersebut.
Sanksi pidana yang didapat jika melanggar pasal ini yakni penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 1/2024.
PR besar Satgas Judi Online
Di Kantor Kemenko Polhukam RI pada Rabu (19/6), Hadi beserta jajaran Satgas Judi Online menjelaskan tiga pekerja rumah (PR) besar yang akan dikerjakan dalam kurun waktu 1--2 minggu ke depan. Tiga tugas ini diyakini Hadi menjadi langkah tepat memberantas judi online dari hulu ke hilir.
Pertama, satgas kini telah mengantongi 4.000 sampai 5.000 rekening yang terindikasi aktif dalam transaksi judi online. Ribuan rekening tersebut merupakan hasil pendataan yang dilakukan PPATK.
Data tersebut nantinya akan diserahkan kepada Bareskrim Mabes Polri untuk diselidiki aliran dana dari rekening tersebut. Setelah itu, Bareskrim akan membekukan rekening tersebut dan mengumumkannya selama 30 hari sejak hari pertama rekening diserahkan.
Jika dalam 30 hari tidak ada masyarakat yang mengakui kepemilikan rekening tersebut, maka Bareskrim menyerahkan uang tersebut kepada negara.
Setelah itu barulah Bareskrim menelusuri siapa saja pemilik rekening tersebut guna mengetahui bandar ataupun operator utama situs judi online.
Ke dua, satgas telah mencium adanya modus baru yang tengah berjalan di masyarakat, yakni praktik jual beli rekening.
Praktik ini erat kaitannya dengan judi online lantaran rekening yang diperjualbelikan itu akan digunakan untuk menampung uang haram hasil perjudian.
Pada modus tersebut, pelaku sengaja memasuki daerah perkampungan dan perdesaan lalu mendekati warga sekitar.
Sambil melakukan pendekatan, pelaku menawarkan warga untuk membuka rekening secara daring dengan diiming-imingi imbalan uang, dengan persyaratan menyerahkan KTP, NIK, dan sebagainya
Setelah ratusan bahkan ribuan rekening terkumpul, pelaku menyerahkan rekening tersebut kepada pihak yang berperan sebagai pengepul.
Pihak pengepul itulah yang nantinya akan memperjualbelikan rekening tersebut untuk dipakai sebagai alat transaksi judi online.
Modus ini akhirnya tercium satgas setelah banyak laporan masuk dari masyarakat.
Karena itu, hal pertama yang dilakukan satgas yakni mengerahkan unsur aparat TNI dan Polri terbawah yakni Babinsa dan Babinkamtibmas di lingkungan masyarakat.
Tugas mereka mendeteksi adanya praktik jual beli rekening hingga melakukan penindakan hukum. Selain itu, mereka juga bertugas untuk menyosialisasikan tentang bahaya judi online.
Satgas akan memberikan pelatihan khusus kepada Babinsa dan Babinkamtibmas terkait tata cara pendeteksian modus dan penindakan hukumnya.
Pada saat penindakan di masyarakat berjalan, satgas juga melakukan penindakan dengan cakupan yang lebih luas, yakni mendeteksi aliran dana di rekening tersebut.
Bahkan tidak menutup kemungkinan satgas akan menelusuri aliran dana hingga luar negeri melalui kerja sama dengan Interpol.
Ketiga yakni pemberantasan judi online dengan menutup layanan top up pulsa game online di minimarket.
Hal ini menjadi perhatian satgas lantaran ada beberapa game online yang terafiliasi dengan praktek judi online. Dengan demikian, layanan pembelian top up game dianggap sebagai salah satu unsur pendorong maraknya judi online di masyarakat.
Babinsa dan Babinkamtibmas bakalnmenjadi motor utama penindakan di lapangan. Nantinya, mereka pula yang akan memeriksa beberapa minimarket dan meminta untuk menutup layanan tersebut.
Pada saat yang sama, jajaran satgas juga akan berkoordinasi dengan perusahaan minimarket terkait upaya penutupan layanan itu.
Kendati demikian, layanan pembelian pulsa umum seperti untuk telepon, internet, dan token listrik di minimarket tetap diperbolehkan.
Dengan kewenangan itu, masyarakat akan menunggu penyelesaian tiga tugas utama satgas tersebut.
Blokir media sosial
Wacana pemblokiran beberapa media sosial juga tengah ramai diperbincangkan masyarakat saat ini. Pemblokiran yang akan dilakukan Kemenkominfo itu lantaran beberapa media sosial ditengarai ikut menyuburkan judi online dan konten pornografi.
Setelah adanya isu pemblokiran Twitter atau X yang akan dilakukan Pemerintah, kini muncul upaya pemblokiran Telegram karena ikut serta mempromosikan judi online dan konten pornografi.
Menkominfo Budi Ari Setiadi menegaskan pihaknya telah mengirimkan surat peringatan pertama dan kedua. Namun demikian, pihak Telegram tidak merespons teguran Pemerintah itu sehingga Kemenkominfo akan mengirim surat teguran ketiga sebagai peringatan terakhir.
Jika hal itu tidak diindahkan pihak Telegram, Kemenkominfo akan menutup aplikasi tersebut.
Kebijakan pememblokiran aplikasi sebenarnya bukanlah hal baru karena sebelumnya telah dilakukan kala menangani akun media sosial penyebar hoaks saat pemilu hingga memblokir situs judi online.
Berdasarkan data per Januari 2024 yang dirilis Kemenkominfo, tercatat ada sekitar 800.000 website judi online yang telah diblokir Pemerintah.
Sepanjang 17 Juli 2023 hingga 30 Desember 2023 total judi daring yang diblokir 805.923 konten.
Sebelumnya, jumlah konten judi daring yang telah diblokir yakni periode periode 17 Juli -- 31 Juli 2023 sebanyak 30.013 konten, periode 1 Agustus -- 31 Agustus 2023 sebanyak 55.846 konten, periode 1 September -- 30 September 2023 sebanyak 96.371 konten, dan periode 1 Oktober -- 31 Oktober 2023 sebanyak 293.665 konten.
Selanjutnya pada periode 1 November -- 30 November sebanyak 160.503 konten telah diblokir dan terakhir periode 1 Desember -- 30 Desember pemblokiran dilakukan sebanyak 168.895 konten.
Berdasarkan platform, Kementerian Kominfo memutus akses konten judi daring pada 596.348 situs dan IP, 173.134 platform Meta, 29.257 akun platform file sharing, 5.993 platform Google dan Youtube, 367 platform X, 170 platform Telegram, 15 platform TikTok, 8 platform App Store, dan 1 platform Snack Video.
Memberantas judi daring di zaman digital ini memang butuh komitmen dan energi besar. Namun, Kemenkominfo optimistis Satgas Judi Online mampu membersihkan jagat digital Indonesia dari perjudian yang telah makan banyak korban itu.