Jambi (ANTARA) - Peneliti Universitas Jambi (Unja) mengungkapkan bahwa kenaikan harga cukai tembakau kurang memberikan pengaruh terhadap penurunan angka perokok aktif di wilayah setempat.
Dekan FKIK Unja Humaryanto di Jambi, Selasa, mengatakan dosen program studi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Jambi bekerja sama dengan PEBS Universitas Indonesia dan Indonesia Tobacco Control Research Network (ITCRN) telah meneliti pengaruh kenaikan cukai tembakau terhadap perilaku merokok masyarakat di Kota Jambi.
Tentunya pengaruh dari kenaikan cukai tembakau ini masih belum bisa menghentikan masyarakat Kota Jambi untuk berhenti merokok.
Dia mengatakan bagi sebagian besar orang merokok sudah dianggap menjadi budaya dan hal yang biasa, disebabkan minimnya edukasi dari pihak terkait tentang bahaya rokok bagi kesehatan dan ekonomi sosial budaya. Pentingnya upaya sosialisasi tentang bahaya dalam merokok, kemudian menumbuhkan kepedulian masyarakat dalam kebiasaan merokok.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi dampak kebijakan kenaikan harga cukai tembakau terhadap perilaku merokok masyarakat di Kota Jambi.
Humaryanto menyebutkan upaya pemerintah dalam menurunkan jumlah perokok saat ini salah satunya melalui Pictorial Health Warming (PHW).
Ilustrasi bahaya merokok yang ditampilkan pada kemasan dinilai masih kurang efektif untuk masyarakat berhenti merokok.
Berdasarkan data WHO 2029, terdapat 1,1 miliar perokok di dunia dengan 1,2 juta kematian akibat paparan rokok langsung atau perokok pasif (2020).
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi melaporkan terjadi peningkatan jumlah perokok aktif dari 18,75 persen pada 2015 menjadi 21,54 persen.
"Menandakan bahwa perokok aktif di Provinsi Jambi terus meningkat setiap tahunnya," katanya.
Peneliti Universitas Jambi Ummi Kalsum menjelaskan terdapat 71,5 persen dari para perokok yang mengetahui tentang kenaikan cukai tembakau.
Adanya kenaikan cukai 62,2 persen perokok mengganti rokok dengan yang lebih murah dan hanya 7,4 persen yang berniat untuk berhenti merokok. Sebanyak 70,8 persen perokok menyatakan saat ini harga rokok masih terjangkau dan tidak mengganggu pemenuhan kebutuhan keluarga.
Faktor seseorang menjadi perokok yang paling utama disebabkan oleh lingkungan menurut hasil survey yang dilakukan 90,8 persen perokok diajak merokok oleh teman, 40,5 persen merokok karena penasaran, 16,6 persen menyatakan bahwa merokok itu keren dan 17,3 persen malu diejek rekan karena tidak merokok.
Peneliti Unja: Kenaikan harga cukai tembakau kurang berpengaruh pada penurunan jumlah perokok aktif
Rabu, 23 Oktober 2024 14:37 WIB